Kamis, 18 Juni 2015
Pertandingan hari itu.
Senyum hangat itu kembali merangkul ku. Ya, seketika aku dibuatnya bisu. Bukan, bukan karena takjub, mungkin memang perasaan ini belum sempurna tertutup. Diterangi terik matahari panas pada hari itu, dia duduk di samping lapangan bercengkrama ria dengan teman akrabnya. Aku berniat meliriknya sesekali, berharap dia sedang melihat ke arah ku dengan senyuman yang sama disaat kita pertama jumpa. Namun, entahlah aku terlalu fokus dengan permainan di lapangan. Rasanya aneh setiap kali aku berlari, seketika perasaan untuk terus ingin terlihat sempurna kembali, walau hanya saat melangkah pergi. Satu hal yang jelas terlintas difikiran, aku gagal melupakannya. Proses perpindahan yang sangat melelahkan pun seketika kandas. Dan semua hanya karena sebuah senyuman, senyuman yang kembali terpancar ketika sudah lama hilang. Segala usaha yang telah dilakukan untuk meniadakan rasa, seketika percuma ketika dihadapkan dengan senyuman-nya. Dan satu hal yang masih menghantui hingga sekarang, satu hal yang masih membutuhkan jawaban, satu pertanyaan singkat yang timbul akibat kebimbangan hati, "haruskah aku kembali?".
Dan tibalah di waktu waktu genting dalam sebuah pertandingan. Hanya ada satu kesempatan untuk menendang terakhir kalinya. Ya, tendangan terakhir yang tak ku sangka itu berasal dari kaki ini. Tendangan penentu siapa pemenang dari pertandingan ini. Aku berusaha untuk tidak melihatnya selama 'selebrasi'. Aku hanya menepuk punggung teman teman ku seraya tertawa, menunjukan bahwa aku pun tak menyangkanya. Dan aku pun berhasil, berhasil untuk tidak menoleh ke arahnya.
Namun hal ini tak bertahan lama. Saat pertandingan berakhir, godaan untuk menoleh ke arahnya justru semakin kuat. Aku tak bisa menahannya lagi. Dengan syarat bahwa ini adalah yang terakhir kalinya, aku menoleh ke arahnya. Tapi tepat disaat aku menoleh, tepat pula dengan dia yang sedang tersenyum serta tertawa bahagia bersama teman akrabnya. Aku terdiam sejenak seraya menikmati suasana indah pasca kemenangan dan senyum-nya yang membawa kebahagiaan. Dan disitulah aku menyadari, aku kembali jatuh. Jatuh untuk kesekian kalinya kepada orang yang sama. Kepadanya, yang tak pernah acuh.
Langganan:
Komentar (Atom)