Kamis, 25 Juli 2013

Susu Kaleng (re-post dwitasarii.blogspot.com)

“Muka kamu kok layu banget? Kamu belum sarapan?”

“Belum,
 sih, maklum anak kosan. Sarapan dan makan siang digabung jadi satu.”

Dian merogoh tasnya dan segera menggenggam susu kaleng, “Ini buat kamu. Diminum, ya, supaya muka kamu nggak layu kalau di kelas.”
“Terima kasih, Dian.” 

“Tapi, maaf, ya, kalau rasa stroberi.Kamu lebih suka rasa coklat kan?”

“Wah, kalau begitu mulai sekarang aku suka yang rasa stroberi saja.” ucap Reksa sambil menatap bola mata Dian.

Tatapan mereka sering bertemu, walaupun terasa menggetarkan hati, tapi Dian dan Reksa mencoba melawan perasaan itu. Mereka sangat yakin bahwa segalanya hanya berdasarkan pertemanan. Mereka terus melawan dan memercayai anggapan bahwa tak pernah ada cinta di antara mereka. Memendam. Itulah hal yang selalu Dian dan Reksa lakukan selama ini. Pengetahuan mereka sebatas status berteman tanpa melanjutkan ke status yang lebih serius. 

“Ada puisi baru?”
“Ada, tapi masih bingung ingin diberi judul apa.”

“Puisinya tentang apa?”

“Tentang kerinduan.”

Dian mendekatkan posisi duduknya, “Kerinduan? Tema yang manis dan hangat, berapa menit kamu bikinnya? Lima belas menit?”

"Lima belas menit hanya cukup untuk membuat mie instan, Dian.”

“Segalanya selalu mungkin, Reksa. Kamu pernah bilang ke aku, hal yang tak mungkin hanya memakan kepala sendiri kan?”

“Aku pernah bilang seperti itu?” kening Reksa mengkerut, otaknya kembali memutar memori masa lalu.

Aku tak pernah melupakan setiap perkataanmu. Bisik Dian dalam hati. Bisikan yang tak pernah Reksa ketahui, suara hati yang sengaja disembunyikan rapat-rapat.

“Coba kamu baca dulu puisiku, setelah itu kamu beri judul yang menarik.” Reksa memberikan secarik kertas untuk Dian, berisi puisi yang Reksa buat. Tangan Reksa erat menggenggam susu kaleng, ia meneguk susu kaleng pemberian Dian dengan perasaan yang masih ia sembunyikan. Cintakah?

Wanita yang masih sibuk menyembunyikan perasaan harunya terus membaca puisi Reksa dalam hati, “Tumben, puisimu yang kali ini maknanya sangat mendalam.”

“Jadi, sudah kaudapatkan judulnya?”

“Rindu tak pernah cukup. Beri saja judul itu.”

“Kenapa judulnya sedih begitu?”
           
“Itu tidak sedih. Rindu sama seperti cinta— tak berkesudahan.”

Reksa mengangguk setuju. Ia terus menggenggam susu kaleng yang Dian berikan untuknya. Bola mata mereka kembali bertemu. Sangat lama. 

Dua orang yang hatinya mulai berdekatan ini tak tahu harus berbuat apa. Mereka cuma tahu; beberapa hal hanya perlu dijalani dan dirasakan, tanpa perlu diungkapkan.

***

Hal itu sudah menjadi kebiasaan. Dian sengaja datang lebih pagi agar bertemu Reksa, begitu juga dengan Reksa yang sengaja melajukan sepeda motornya lebih cepat agar segera menemui Dian. Segalanya terjadi begitu saja, tak ada dorongan apapun selain kenyamanan dan keinginan untuk terus bersama.

Dian sudah menunggu selama lima menit, kelas masih begitu sepi tanpa kehadiran Reksa. Jemari Dian menggenggam susu kaleng. Ketika terdengar suara pintu terbuka, Dian langsung menoleh. Reksa menghela napas lega ketika menatap Dian yang menunggu dengan wajah masam.

“Maaf, tadi aku mengantar temanku sebentar.”

Senyum Dian dipaksakan mengembang, “Untuk apa minta maaf, kita tak pernah berjanji kan?”

“Aku tetap merasa tidak enak kalau membuat seseorang menunggu.”

“Bukan seberapa lama aku menunggu, yang penting kau datang dan aku bisa memberikan susu kaleng ini untukmu.”

“Lain kali aku tidak akan datang telat.”

“Jangan berjanji, aku takut kau tak bisa menepati janjimu sendiri.” ungkap Dian dengan nada menyedihkan. Ia seakan tahu yang
 akan terjadi selanjutnya. “Memangnya, kamu tadi mengantar siapa?”

“Aku mengantar Sora.”

Reksa berbohong. Ia sudah bangun sejak subuh, pagi ini ia ingin menyatakan perasaannya pada Dian. Reksa ingin menjadikan Dian seseorang yang memiliki posisi lebih dari teman di dalam hatinya. Sejak subuh tadi, ia memikirkan cara terbaik untuk mengungkapkan perasaan. Matanya yang berat dan kantuk mata yang tebal adalah bukti bahwa ia hanya tidur sesaat.

Mendengar kebohongan Reksa yang kebenarannya tak diketahui Dian, ia langsung terdiam. Ia cemburu.
“Nampaknya, Sora begitu penting buatmu, ya?”

Tak sempat Reksa menjelaskan segalanya, ponsel Dian berbunyi.
“Halo.”

“Halo, Dian. Kamu sudah di kampus, ya?”

“Iya, ada apa, Jude?”

“Aku tadi ingin mengantarmu ke kampus, tapi ternyata kamu sudah berangkat duluan. Bagaimana kalau seusai pulang kampus, aku menjemputmu?”

Mendengar ajakan yang memuakan— Dian langsung memutuskan pembicaraan.

“Kok, ditutup?” seloroh Reksa dengan tatapan menyelidik, “Siapa? Jude?”

Anggukan kepala Dian melemah.

“Kenapa tidak mau dijemput dan diantar oleh pria bermobil mewah itu, Dian?”

“Aku datang lebih pagi agar bisa memberi susu kaleng ini untukmu, aku tahu kamu pasti tak sarapan. Aku tak ingin melihatmu lesu saat pelajaran.”
“Hanya untuk memberikan susu kaleng ini untukku?”

Sebenarnya lebih dari itu! Ungkap Dian dalam hati, tapi ia tak boleh mengatakan perasaann sesungguhnya, “Iya, hanya untuk mengantarkan susu kaleng ini, tak lebih.”

Dian berbohong, ia mendustai hatinya sendiri.

Gantian Reksa yang terdiam sangat lama. Puisi yang sudah ia kantongi di sakunya tak jadi ia berikan untuk Dian. Ia menatap Dian dengan tatapan seakan tak memercayai perkataan Dian.
Wajah Reksa merah padam, kemarahan memuncak. Kenapa ia harus marah? Sungguh, Reksa bahkan tak mampu memahami perasaannya sendiri. 

Ia menyambar susu kaleng pemberian Dian dan meninggalkan Dian sendirian.

Dian membuat hujan di pelupuk matanya sendiri.

***

Sambil menggenggam susu kaleng, ia menunggu Reksa datang. Dian terus menunggu, bahkan sampai kelas ramai. Reksa baru hadir ketika kelas hampir dimulai. Kejadian itu terus berulang setiap hari. Dian ingin mengajak Reksa berbicara, tapi Reksa selalu menghindar. Melihat perubahan Reksa, Dian berusaha mencari kabar.

Dia harus menghela napas panjang. Reksa telah menjadi kekasih Sora. Hal itu terjadi tanpa sepengetahuan Dian. Segalanya tertahan tanpa pernah diungkapkan. Hal-hal manis yang pernah terjadi seakan menguap bak asap rokok— hilang tak berbekas.

Dian tak pernah ingin hal ini terjadi. Segalanya berakhir tanpa ucap kata pisah.

Perlakuannya masih sama, ia masih sering menunggu Reksa dari pagi hingga kelas kuliah dimulai. Dian tak pernah lelah menunggu, tapi Reksa tak pernah lagi datang.

Reksa tahu Dian menunggu, tapi Reksa tak ingin lagi tahu. Ia hanya tahu bahwa Dian melakukan segalanya,menunggu sosoknya datang, hanya untuk memberikan susu kaleng berukuran kecil. Tak lebih!

Mereka berubah; tak lagi sama. 

Ada sesuatu yang masih membuat Dian terharu, Reksa memang selalu datang beberapa menit sebelum perkuliahan dimulai. Dalam ketergesa-gesaan saat memasuki kelas, Reksa selalu menggenggam susu kaleng rasa stoberi di jemarinya. Dian memerhatikan itu, tapi ia tak bisa lagi bertindak lebih selain memerhatikan diam-diam.

Kali ini, Reksa meneguk susu kaleng stroberi tanpa ditemani oleh pembicaraan manis bersama Dian. Seakan Reksa sudah bisa hidup tanpa Dian.
Mereka masih diam, terus diam, sampai-sampai tak pernah tahu perasaan masing-masing.


Selasa, 23 Juli 2013

Tolong Buat Aku Lupa (re-post dwitasarii.blogspot.com)

Jelaskan padaku mengapa semua jadi serumit ini? Aku tak tahu jika kamu tiba-tiba memenuhi sudut-sudut terpencil di otakku, hingga memenuhi relung-relung hatiku. Semua terjadi begitu cepat, tanpa teori dan banyak basa-basi. Aku melihatmu, mengenalmu, lalu mencintaimu. Sesederhana itulah kamu mulai mengusai hari-hariku. Kamu jadi penyebab rasa semangatku. Kamu menjelma jadi senyum yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata. Iya, mungkin, aku jatuh cinta. Entah kamu.

Semua kulakuan diam-diam. Begitu rapi. Hingga hatimu yang beku tak pernah berhasil cair. Semua kusembunyikan. Hingga perasaanmu yang tidak peka tetap saja tak peduli pada gerak-gerikku yang jarang tertangkap oleh sorot matamu. Aku pandai menyembunyikan banyak hal hingga kautak memahami yang sebenarnya terjadi.

Aku tidak bisa melupakanmu.... sungguh! Aku selalu ingat caramu menatapku. Caramu mencuri perhatianku. Kerutan matamu yang aneh, namun tetap terlihat memesona dalam pandanganku. Hal-hal sederhana itu seakan-akan sengaja diciptakan untuk tidak dilupakan. Tolong buat aku lupa, karena aku tak lagi temukan cara terbaik untuk menghilangkan kamu dari pikiranku.

Kita jarang punya kesempatan berbicara, berdua saja. Rasanya mustahil. Kamu dan aku berbeda, air dan api, dingin dan panas. Tapi, aku selalu ingat perkataanmu, "Hal yang mustahil di dunia ini hanyalah memakan kepala sendiri." Aku tersenyum ketika barisan kalimat itu kaukirimkan untukku. Iya, harusnya aku tak perlu sesenang itu, karena mungkin kamu menulisnya tanpa perasaan, hanya untuk merespon perkataanku saja. 

Rasanya menyebalkan jika aku tak mengetahui isi hatimu. Kamu sangat sulit kutebak, kamu teka-teki yang punya banyak jawaban, juga banyak tafsiran. Aku takut menerjemahkan isyarat-isyarat yang kautunjukkan padaku. Aku takut mengartikan kata-kata manismu yang mungkin saja tak hanya kaukatakan untukku. Aku takut memercayai perhatian sederhanamu yang kauperlihatkan secara terselubung. Aku takut. Aku takut. Takut. Semakin takut jika perasaan ini bertumbuh ke arah yang tak kuinginkan. Tolong hentikan langkahku, jika memang segalanya yang kuduga benar adalah hal yang salah di matamu. Tolong kembalikan aku ke jalanku dulu, sebelum aku mengganggu rute tujuanmu.

Ketahuilah, Tampan. Aku sedang berusaha melawan jutaan kamu yang mulai mengepul otakku, seperti asap rokok yang menggantung di udara; kamu seakan-akan nyata. Aku tak percaya, ternyata kita bisa melangkah sejauh ini. Dan, selama ini juga, aku tak pernah berani mengatakan satu hal yang mungkin mengagetkanmu; aku mulai menyukaimu.



di antara rindu yang selalu gagal kuungkapkan

di dalam rasa canggung yang belum kupahami

tolong... jangan pergi.

Yang aku perjuangkan, Yang kau abaikan. (re-post dwitasarii.blogspot.com)

Setiap orang punya kisahnya masing-masing. Dalam kisahnya, ia harus berjuang, berdiam dan menunggu  pun juga adalah bagian dari perjuangan. Menunggu. Itulah yang selama ini kulakukan, sebagai wujud dari perasaanku yang entah mengapa masih ingin memperjuangkanmu.

Aku tahu, setiap malamku selalu kuisi dengan kenangan dan ingatan. Kenyataan yang harus kuterima, kautak ada di sampingku, entah untuk menenangkan sedihku dan merangkul kesepianku. Dengan sikapmu yang tidak peka seperti itu, mengapa aku masih ingin memperjuangmu? Aku tak tahu, jadi jangan tanyakan padaku mengapa aku juga bisa mencintaimu dengan cinta yang tak benar-benar kupahami.

Ketika suaramu mengalir di ujung telepon, ada perasaan rindu yang tidak benar-benar aku ungkapkan. Rindu yang kudiamkan, terlalu sibuk dalam penantian hingga berakhir pada air mata. Apakah kautahu hal itu? Tentu tidak, kautidak memedulikanku sedalam aku memedulikanmu. Tak ada cinta di matamu, sedalam cinta yang kupunya. Tapi, dengan kebutaan dan kebisuan yang kupunya, aku masih ingin mempertahankan "kita" yang sebenarnya membuahkan sakit bagiku.

Kekhawatiranku, yang tak pernah kuceritakan padamu, tentu tak pernah kaupikirkan. Doaku yang kusebutkan tentu tak seperti doa yang selalu kamu ucapkan. Perbedaan ini sungguh membuatku seakan tak mengerti apa-apa. Ketakutanku membungkam segalanya. Apakah kamu pantas diperjuangkan sejauh ini? Akankah kebersamaan kita punya akhir bahagia?

Aku takut.... aku takut dengan banyak hal yang diam-diam menyerang kita dari belakang. Kebersamaan kita, yang memang tak berjalan dengan mudah ini cukup membuatku lelah. Aku ingin berhenti memperjuangkanmu. Aku lelah dihantui kabut hitam yang menodai pencarianku selama ini. Aku inginkan matahari, bukan mendung seperti ini.

Di mana kamu ketika aku inginkan kamu di sini? Ke mana larinya kamu ketika aku berjuang untuk satu-satunya mahluk yang kupikir bisa memberiku kebahagiaan nyata? Seringkali kumaafkan ketidakhadiranmu, seringkali kumaklumi kesalahanmu, dan selalu kuberikan senyum terbaik ketika sesungguhnya aku ingin menangis.

Ini semua perjuangaku untuk mempertahanmu, apakah sudah cukup menghilangkan ketidakpekaanmu? Inilah perjuanganku, yang selama ini selalu kauabaikan. Apakah hatimu sedikit tersentuh, hingga kau ingin datang dan membawaku pulang?

Belajar Melepaskan (re-post dwitasarii.blogspot.com)

Kamu mengenalkan namamu begitu saja, uluran tanganmu dan suara lembutmu berlalu tanpa pernah kuingat-ingat. Awalnya, semua berjalan sederhana. Kita bercanda, kita tertawa, dan kita membicarakan hal-hal manis; walaupun segala percakapan itu hanya tercipta melalui pesan singkat— BBM. Perhatian yang mengalir darimu dan pembicara manis kala itu hanya kuanggap sebagai hal yang tak perlu dimaknai dengan luar biasa.


Kehadiranmu membawa perasaan lain. Hal berbeda yang kamu tawarkan padaku turut membuka mata
dan hatiku dengan lebar. Aku tak sadar, bahwa kamu datang memberi perasaan
aneh. Ada yang hilang jika sehari saja kamu tak menyapaku melalui dentingan
chat BBM. Setiap hari ada saja topik menarik yang kita bicarakan, sampai pada
akhirnya kita berbicara hal paling menyentuh; cinta.

Kamu bercerita tentang mantan kekasihmu dan aku bisa merasakan perasaan yang kaurasakan.
Aku berusaha memahami kerinduanmu akan perhatian seorang wanita. Sebenarnya,
aku sudah memberi perhatian itu tanpa kauketahui. Mungkinkah perhatianku yang
sering kuberikan tak benar-benar terasa olehmu? Aku mendengar ceritamu lagi.
Hatiku bertanya-tanya, seorang pria hanya
menceritakan perasaannya pada wanita yang dianggap dekat.

Aku bergejolak dan menaruh harap. Apakah kausudah menganggap aku sebagai wanita
spesial meskipun kita tak memiliki status dan kejelasan? Senyumku mengembang
dalam diam, segalanya tetap berjalan begitu saja, tanpa kusadari bahwa cinta
mulai menyeretku ke arah yang mungkin saja tak kuinginkan.

Saat bertemu, kita tak pernah bicara banyak. Hanya sesekali menatap dan tersenyum
penuh arti. Ketika berbicara di BBM, kita begitu bersemangat, aku bisa
merasakan semangat itu melalui tulisanmu. Sungguh, aku masih tak percaya
segalanya bisa berjalan secepat dan sekuat ini. Aku terus meyakinkan diriku
sendiri, bahwa ini bukan cinta. Ini hanya ketertarikan sesaat karena aku
merasakan sesuatu yang baru dalam hadirmu. Aku berusaha memercayai bahwa
perhatianmu, candaanmu, dan caramu mengungkapkan pikiranmu adalah dasar nyata
pertemanan kita. Ya, sebatas teman, aku tak berhak mengharapkan sesuatu yang
lebih.

Aku tak pernah ingin mengingat
kenangan sendirian. Aku juga tak ingin merasakan sakit sendirian. Tapi,
nyatanya....

Perasaanku tumbuh semakin pesat, bahkan tak lagi terkendalikan. Siapakah yang bisa
mengendalikan perasaan? Siapakah yang bisa menebak perasaan cinta bisa jatuh
pada orang yang tepat ataupun salah? Aku tidak sepandai dan secerdas itu. Aku
hanya manusia biasa yang merasakan kenyamanan dalam hadirmu. Aku hanya wanita
yang takut kehilangan seseorang yang tak pernah aku miliki.

Salahku memang jika mengartikan tindakanmu sebagai cinta. Tapi, aku juga tak salah bukan
jika berharap bahwa kamu juga punya perasaan yang sama? Kamu sudah jadi sebab
tawa dan senyumku, aku percaya kautak mungkin membuatku sedih dan kamu tak akan
jadi sebab air mataku. Aku percaya kamulah kebahagiaan baru yang akan memberiku
sinar paling terang. Aku sangat memercayaimu, sangat! Dan, itulah kebodohan
yang harus kusesali.

Ternyata,ketakutanku terjawab sudah, kamu menjauhiku tanpa alasan yang jelas. Kamu pergi
tanpa ucapan pisah dan pamit. Aku terpukul dengan keputusan yang tak kausampaikan
padaku, tapi pantaskah aku marah? Aku tak pernah jadi siapa-siapa bagimu,
mungkin aku hanya persinggahan; bukan tujuan. Kalau kauingin tahu, aku sudah
merancang berbagai mimpi indah yang ingin kuwujudkan bersamamu. Mungkin, suatu
saat nanti, jika Tuhan izinkan, aku percaya kita pasti bisa saling
membahagiakan.

Aku tak punya hak untuk memintamu kembali, juga tak punya wewenang untuk memintamu
segera pulang. Masih adakah yang perlu kupaksakan jika bagimu aku tak pernah
jadi tujuan? Tidak munafik, aku merasa kehilangan. Dulu, aku terbiasa dengan
candaan dan perhatian kecilmu, namun segalanya tiba-tiba hilang menguap, bagai
asap rokok yang hilang ditelan gelapnya malam.

Sesungguhnya, ini juga salahku, yang bertahan dalam
diam meskipun aku punya perasaan yang lebih dalam dan kuat. Ini
bukan salahmu, juga bukan kesalahannya. Tapi, tak mungkin
matamu terlalu buta dan hatimu terlalu cacat untuk tahu bahwa aku mencintaimu.

Aku harus belajar tak peduli. Aku harus belajar memaafkan, juga merelakan.

Bisakah Kaubayangkan Rasanya jadi Aku? (re-post dwitasarii.blogspot.com)

Kamu pernah menjadi bagian hari-hariku. Setiap malam, sebelum tidur, kuhabiskan beberapa menit untuk membaca pesan singkatmu. Tawa kecilmu, kecupan berbentuk tulisan,dan canda kita selalu membuatku tersenyum diam-diam. Perasaan ini sangat dalam,sehingga aku memilih untuk memendam.


Jatuh cinta terjadi karena proses yang cukup panjang, itulah proses yang seharusnya aku
lewati secara alamiah dan manusiawi. Proses yang panjang itu ternyata tak
terjadi, pertama kali melihatmu; aku tahu suatu saat nanti kita bisa berada di
status yang lebih spesial. Aku terlalu penasaran ketika mengetahui kehadiranmu
mulai mengisi kekosongan hatiku. Kebahagiaanku mulai hadir ketika kamu
menyapaku lebih dulu dalam pesan singkat. Semua begitu bahagia.... dulu.


Aku sudah berharap lebih. Kugantungkan harapanku padamu. Kuberikan sepenuhnya perhatianku
untukmu. Sayangnya, semua hal itu seakan tak kaugubris. Kamu di sampingku, tapi
getaran yang kuciptakan seakan tak benar-benar kaurasakan. Kamu berada di
dekatku, namun segala perhatianku seperti menguap tak berbekas. Apakah kamu
benar tidak memikirkan aku? Bukankah kata teman-temanmu, kamu adalah perenung
yang seringkali menangis ketika memikirkan sesuatu yang begitu dalam? Temanmu bilang,
kamu melankolis, senang memendam, dan enggan bertindak banyak. Kamu lebih
senang menunggu. Benarkah kamu memang menunggu? Apalagi yang kautunggu jika
kausudah tahu bahwa aku mencintaimu?


Tuan, tak mungkin kau tak tahu ada perasaan aneh di dadaku. Kekasihku yang belum sempat
kumiliki, tak mungkin kautak memahami perjuangan yang kulakukan untukmu. Kamu ingin
tahu rasanya seperti aku? Dari awal, ketika kita pertama kali berkenalan, aku
hanya ingin melihatmu bahagia. Senyummu adalah salah satu keteduhan yang paling
ingin kulihat setiap hari. Dulu, aku berharap bisa menjadi salah satu sebab
kautersenyum setiap hari, tapi ternyata harapku terlalu tinggi.


Semua telah berakhir. Tanpa ucapan pisah. Tanpa lambaian tangan. Tanpa kaujujur mengenai
perasaanmu. Perjuanganku terhenti karena aku merasa tak pantas lagi berada di
sisimu. Sudah ada seseorang yang baru, yang nampaknya jauh lebih baik dan
sempurna daripada aku. Tentu saja, jika dia tak sempurna—kautak akan memilih
dia menjadi satu-satunya bagimu.


Setelah tahu semua itu, apakah kamu pernah menilik sedikit saja perasaanku? Ini semua terasa
aneh bagiku. Kita yang dulu sempat dekat, walaupun tak punya status apa-apa,
meskipun berada dalam ketidakjelasan, tiba-tiba menjauh tanpa sebab. Aku yang
terbiasa dengan sapaanmu di pesan singkat harus (terpaksa) ikhlas karena
akhirnya kamu sibuk dengan kekasihmu. Aku berusaha memahami itu. Setiap hari. Setiap
waktu. Aku berusaha meyakini diriku bahwa semua sudah berakhir dan aku tak
boleh lagi berharap terlalu jauh.


Tuan, jika aku bisa langsung meminta pada Tuhan, aku tak ingin perkenalan kita terjadi. Aku tak ingin mendengar suaramu ketika menyebutkan nama. Aku tak ingin membaca
pesan singkatmu yang lugu tapi manis. Sungguh, aku tak ingin segala hal manis
itu terjadi jika pada akhirnya kamu menghempaskan aku sekeji ini.


Kalau kau ingin tahu bagaimana perasaanku, seluruh kosakata dalam miliyaran bahasa tak mampu
mendeskripsikan. Perasaan bukanlah susunan kata dan kalimat yang bisa
dijelaskan dengan definisi dan arti. Perasaan adalah ruang paling dalam yang
tak bisa tersentuh hanya dengan perkatan dan bualan. Aku lelah. Itulah perasaanku.
Sudahkah kaupaham? Belum. Tentu saja. Apa pedulimu padaku? Aku tak pernah ada
dalam matamu, aku selalu tak punya tempat dalam hatimu.

Setiap hari,setiap waktu, setiap aku melihatmu dengannya; aku selalu berusaha menganggap semua baik-baik saja. Semua akan berakhir seiring berjalannya waktu. Aku membayangkan perasaanku yang suatu saat nanti pasti akan hilang, aku memimpikan lukaku akan segera kering, dan tak ada lagi hal-hal penyebab aku menangis setiap malam. Namun....sampai kapan aku harus terus mencoba?

Sementara ini saja, aku tak kuat melihatmu menggenggam jemarinya. Sulit bagiku menerima kenyataan
bahwa kamu yang begitu kucintai ternyata malah memilih pergi bersama yang lain.
Tak mudah meyakinkan diriku sendiri untuk segera melupakanmu kemudian mencari
pengganti.


Seandainya kamu bisa membaca perasaanku dan kamu bisa mengetahui isi otakku, mungkin hatimu
yang beku akan segera mencair. Aku tak tahu apa salahku sehingga kita yang baru
saja kenal, baru saja mencicipi cinta, tiba-tiba terhempas dari dunia mimpi ke
dunia nyata. Tak penasarankah kamu pada nasib yang membiarkan kita kedinginan
seorang diri tanpa teman dan kekasih?


Aku menulis ini ketika mataku tak kuat lagi menangis. Aku menulis ini ketika mulutku tak
mampu lagi berkeluh. Aku mengingatmu sebagai sosok yang pernah hadir, meskipun
tak pernah benar-benar tinggal. Seandainya kautahu perasaanku dan bisa membaca
keajaiban dalam perjuanganku, mungkin kamu akan berbalik arah—memilihku sebagai
tujuan. Tapi, aku hanya persinggahan, tempatmu meletakan segala kecemasan, lalu
pergi tanpa janji untuk pulang.


Semoga kautahu,aku berjuang, setiap hari untuk melupakanmu. Aku memaksa diriku agar
membencimu, setiap hari, ketika kulihat kamu bersama kekasih barumu. Aku berusaha
keras, setiap hari, menerima kenyataan yang begitu kelam.


Bisakah kau bayangkan rasanya jadi orang yang setiap hari terluka, hanya karena ia tak tahu bagaimana
perasaan orang yang mencintainya? Bisakah kaubayangkan
rasanya jadi aku yang setiap hari harus melihatmu dengannya?


Bisakah kaubayangkan rasanya jadi seseorang yang setiap hari menahan tangisnya agar tetap terlihat
baik-baik saja?


Kamu tak bisa. Tentu saja. Kamu tidak perasa.

Jika dari Awal Aku Tak Mengenalmu (re-post dwitasarii.blogspot.com)

Akhirnya, aku sampai di tahap ini. Posisi yang sebenarnya tak pernah kubayangkan. Aku terhempas begitu jauh dan jatuh terlalu dalam. Kukira langkahku sudah benar. Kupikir anggapanku adalah segalanya. Aku salah, menyerah adalah jawaban yang kupilih; meskipun sebenarnya aku masih ingin memperjuangkan kamu.


Aku terpaksa berhenti karena tugasku untuk mencintaimu kini telah menjadi tugas barunya. Hari-hariku yang tiba-tiba kosong dan berbeda ternyata cukup membawa rasa tertekan. Mungkin, ini berlebihan. Tentu saja kaupikir ini sangat berlebihan karena kamu tak ada dalam posisiku, kamu tak merasakan sesaknya jadi aku.


Jika aku punya kemampuan membaca matamu dan mengerti isi otakmu, mungkin aku tak akan mempertahankan kamu sejauh ini. Jika aku cukup cerdas menilai bahwa perhatianmu bukanlah hal yang terlalu spesial, mungkin sudah dari dulu kita tak saling kenal. Aku terburu-buru mengartikan segala perhatian dan ucapanmu adalah wujud terselubung dari cinta. Bukankah ketika jatuh cinta, setiap orang selalu menganggap segala hal yang biasa terasa begitu spesial dan manis? Aku pernah merasakan fase itu. Aku juga manusia biasa. Kuharap kamu memahami dan menyadari. Aku berhak merasa bahagia karena membaca pesan singkatmu disela-sela dingin malamku. Aku boleh tersenyum karena detak jantungku tak beraturan ketika kamu memberi sedikit kecupan meskipun hanya berbentuk tulisan.


Aku mencintaimu. Sungguh. Mengetahui kautak memilihku adalah hal paling sulit yang bisa kumengerti. Aku masih belum mengerti. Mengapa semua berakhir sesakit ini? Aku sudah berusaha semampuku, menjunjung tinggi kamu sebisaku, tapi di mana perasaanmu? Tatapanmu dingin, sikapmu dingin, dan aku dilarang menuntut ini itu. Aku hanya temanmu. Hanya temanmu. Temanmu!


Jika kauingin tahu, aku kesesakan dalam status yang menyedihkan itu. Aku terkatung-katung sendirian. Meminum asam dan garam, membiarkan kamu meneguk hal-hal manis. Begitu banyak yang kulakukan, mengapa matamu masih belum terbuka dan hatimu masih tertutup ragu?


Sejak dulu, harusnya tak perlu kuperhatikan kamu sedetail itu. Sejak pertama bertemu, harusnya tak perlu kucari kontakmu dan kuhubungi kamu dengan begitu lugu. Sejak tahu kehadiranmu, harusnya aku tak menggubris. Aku terlalu penasaran, terlalu mengikuti rasa keingintahuanku. Jika dari awal aku tak mengenalmu, mungkin aku tak akan tahu rasanya meluruhkan air mata di pipi.


Iya. Aku bodoh. Puas?


Semua berlalu dan semua cerita harus punya akhir. Ini bukan akhir yang kupilih. Seandainya aku bisa memilih cerita akhir, aku hanya ingin mendekapmu, sehingga kautahu; di sini aku selalu bergetar ketika mendoakanmu.

Rabu, 10 Juli 2013

Cinta pertama dan terakhir (cerpen)

Inspirasi:lagu cinta pertama dan terakhir-sherina,dwitasarii.blogspot.com
maaf kalo jelek'-')y

Awan biru menghiasi pagi yang cerah ini,huh,entah apa yang ku rasa,kini semua hanyalah semu,aku keluar dari istanaku yang sangat ku cintai,rumah ku,yap di pagi ini aku kembali kepada titik gelap hidupku,titik yang paling aku benci "SEKOLAH KU".Dengan mata mengantuk aku masuk ke dalam kelas tanpa menyapa siapa pun,aku duduk di paling belakang,dan sendirian,seperti biasa mereka menatap ku dengan tatapan aneh mereka,setiap hari waktu ku di sini hanyalah di isi dengan mendengar ocehan ocehan tidak penting tentang ku yang sangat penyendiri,mereka bilang aku aneh,mereka bilang aku depresi,itu semua salah,aku hanya membenci kehidupan ku di penjara ini.Sudah 3 kali dalam 2  tahun ini aku pindah sekolah,tapi pendapat mereka selalu sama,"dia aneh" "aku yakin dia itu depresi berat" "mungkin dia gagu" ya begitulah kata mereka.Aku tidak pernah belajar,tapi anehnya aku selalu menjadi bahan iri-an teman teman sekelas ku karena aku selalu menjadi juara kelas.Hal ini menambah gosip mereka,mereka bilang aku menyogok guru,guru hanya kasihan karena aku ini aneh,dan lain lain,mereka berkata tanpa memikirkan perasaan orang lain.

Setelah pulang sekolah adalah waktu waktu terindah dalam hidup ku,seperti biasa supir ku mengantar ku ke tempat yang biasa ku kunjungi,ya itulah taman indah yang berada di ujung jalan perbatasan kota,taman itu jarang di kunjungi orang,taman itu sangat luas,di sana aku bisa menjadi diriku sendiri tanpa takut dicela orang lain,biasanya aku hanya sendiri di sana,namanya juga di ujung jalan,pasti sepi,aku jarang melihat orang lalu lalang saat aku berada di taman itu,setelah sampai di sana,aku selalu menyuruh supir ku pergi,jujur aku merasa sendiri lebih baik,tapi hari ini ada yang beda,ada seseorang lelaki seumuran ku yang berdiam diri di tengah taman.

Aku menghampirinya sembaya berkata,"Hmmm,aku baru pertama kali ngeliat ada orang di sini,kamu siapa ya?" aku menatapnya dan tersenyum padanya,aku melihat goresan goresan kekecewaan di dahinya dan kesedihan di matanya,aku yakin orang ini merasakan hal yang sama dengan ku,"Aku gak ngerti hidup ini tuh gimana,aku cuma mau jadi burung yang bebas terbang,bukannya burung yang di dalam kandang" katanya sambil melihat langit,aku salah,aku kira dia sama seperti ku,diam karena aku sudah tidak percaya pada siapa pun kecuali keluargaku,dan pastinya aku sudah tidak percaya lagi sama yang namanya "CINTA & HARAPAN"."Oh gitu,kalau kamu mau cerita cerita aja,siapa tau aku bisa bantu,oh iya sebelumnya aku boleh tau nama kamu siapa?" kata ku sembari menatapnya tajam dan mengulurkan tangan."Randy,ya gimana ya,aku tuh selalu dilarang orang tuaku,ini itu gak boleh,pergi gak boleh,aku kan cowok,seenggaknya untuk pergi sama teman ke tempat les itu kan wajar,ini malah dilarang,ya aku tau aku anak satu satunya dan mereka sangat sayang kepada ku,tapi kan gak gini caranya" kata dia sambil menunjukan sedikit amarahnya."Maksud orang tua kamu baik kok,ya coba nanti kamu kasih pengertian lah ke orang tua kamu,siapa tau orang tua kamu berubah pikiran" kata ku memberikan saran."Iya ya benar juga,nanti deh aku coba,makasih ya sarannya,nama kamu siapa?" katanya sambil tersenyum.

"Cherry" kata ku,"Nama yang manis,mau main dengan ku?gimana kalau kita lomba lari?" kata dia mengajak ku,"Okeyyy" kata ku.Setelah lelah bermain dia pamit untuk pulang terlebih dahulu menggunakan sepedanya,dia takut dimarahi orang tuanya.Karena dia bilang dia ada pelajaran tambahan dia gak bilang kalau dia main,dia pun langsung bergegas pulang.Aku?aku langsung menelfon supir ku untuk menjemput ku.Lalu aku pun pulang.Sesampainya di rumah aku menyambut semua orang rumah dengan senyuman ku seperti biasa,aku sangat senang karena sekarang aku sudah mulai bisa untuk bersosialisasi,randy,dia cowok yang baik,aku harap kita bisa menjadi teman yang baik.

Hari demi hari,minggu demi minggu,bahkan bulan demi bulan sudah ku jalani bersama randy,sekarang orang tuanya sudah tidak melarang dia untuk pergi lagi,"Aku boleh nanya sesuatu gak?" katanya, "Boleh,nanya apa ran?"kata ku, "Waktu pertama kali kita bertemu,aku ngeliat kamu gak seceria ini,kamu emang kenapa waktu itu?"katanya sembari merebahkan tubuhnya diatas rumput rumput, "Aku benci orang orang kecuali keluarga ku,mereka selalu bilang aku aneh,hanya karena aku pendiam,itulah alasan mengapa aku sangat membenci sekolah ku,teman teman ku selalu mencela ku,mereka bilang a i u e o,macem macem deh,aku gak pernah punya temen,kamu temen pertama aku setelah kejadian itu,dulu aku pernah punya teman sekaligus pacar,dia awalnya sangat mencintai ku,dia memutuskan ku karena menurut dia lama kelamaan aku membosankan dan sangat aneh,dia menduh ku tanpa bukti,dia memutuskan ku karena tenggelam dalam kata kata orang yang tidak punya hati,ya setelah itu aku sudah tidak percaya dengan cinta dan harapan,itu semua bullshit,padahal aku telah berusaha untuk mendapatkannya kembali,semua cara ku coba,sampe yang terburuk pun pernah,hasilnya tetep aja,nothing" kata ku berapi api.

"Harusnya kamu bisa berubah,kamu harus bisa bersosialisasi,kamu juga harus bisa membuka hati mu untuk orang lain,harapan itu ada karena kita sendiri yang ngebuatmya cher,oh iya berarti kamu itu gak cinta sama pacar kamu yang lama,kamu itu terobsesi oleh dia,jadi kamu menghalalkan segala cara,kalau kamu benar benar mencintainya kamu pasti gak bakal ngelakuin hal terburuk buat dia" kata nya,"Aku udah pernah kok nyoba nyapa mereka,mereka malah mengira aku sangat aneh,membuka hati?hahaha buat siapa?siapa yang mau sama orang kayak aku,aku sering membuat harapan,tapi entah bagaimana ketika seseorang meminjamnya dia malah membuangnya" kata ku,"Kamu coba pindah sekolah,dan jadilah anak yang ceria dan ramah di sana,kamu tuh beda dari yang lain,cuma orang orang bodoh yang gak mau sama kamu,kamu itu unik cher" kata dia lagi.Aku diam sebentar lalu berkata "okeyy okeyy liat ntar aja deh" kata ku,setelah itu kami pulang dia mengantar ku dengan sepedanya,orang tua ku yang melihat ku sekarang sudah punya teman ikut senang,sampai rumah entah mengapa aku selalu kepikiran randy,randy lagi apa,udah makan apa belom,dia lagi ngapain,padahal udah lama aku gak mikirin hal hal tentang itu kepada cowok,sosok yang aneh,sosok yang baik,sosok yang nyaris mendekati sempurna sebagai seseorang laki laki,randy,aku juga berfikir,apa yang dikatakan randy itu benar,aku itu belom bisa bedain,mana yang namanya obsesi,mana yang namanya cinta,tapi sekarang aku yakin,randy lah cinta pertama ku.

Aku pun terus memikirkannya tiap waktu,hari hari ku di isi dengan kegembiraan,aku mengikuti sarannya untuk pindah sekolah dan menjadi lebih baik,dan ya itu berhasil,'Aku lagi sakit,maaf ya gak bisa ke taman buat main sama kamu' katanya dalam sms,aku ingin menjenguknya namun apa boleh buat aku tidak tau rumahnya,lagi pula kalau ku tanyakan,juga gak bakal ada yang nganter,spir ku sedang cuti pulang kampung,terpaksa aku pulang naik angkot karena orang tua ku sedang sibuk sibunya,aku gak begitu paham rute angkot,yang ada aku malah ilang lagi,tiba tiba aku mengingat lagu 'cinta pertama dan terakhiri dari sherina,semua liriknya sekarang terjadi di dalam hidup ku,'kau buat aku bertanya,kau bat aku mencari,tentang rasa ini,aku tak mengerti,akankah sama jadinya bila bukan kamu,namun senyum mu menyadarkan ku,kau cinta pertama dan terakhir ku' itu sepenggal kata kata dalam lagu itu,aku merasa yakin kalau kini aku bisa embuka hati ku lagi.


1 minggu,2 minggu berlalu,randy gak ke taman,alasannya sih sakit dan les,tapi kan aku gak tau kebenarannya,sampe tiba tiba jam 12-maleman ada sms dari randy,dan aku bacanya sekitar jam 5-an 'Maafin aku gak pernah ke taman lagi,jujur aku gak kuat ninggalin kamu,aku besok pindah ke sidney,jam 09.00 pagi aku berangkat,akhir akhir ini aku berusaha ngelupain kamu,tapi aku salah,aku gak bisa,aku suka sama kamu sejak pertama kita ketemu,aku sayang banget sama kamu,kalau kamu juga ngerasain hal yang sama,tolong kam dateng ya ke airport besok,don't be late ya cher;)' itu isi pesannya,aku langsung berdiri dari tempat tidur ku,aku mandi dn sarapan,untung saja supir ku sudah kembali lagi,aku pun menyuruh supir ku mengantar ku ke airport,di dalam hati ku,aku terus mengatakan 'wain for me ran,please' karena macet parah akhirnya aku sampe di airport tepat jam 08.45,aku melihat randy,randy memeluk ku,"Makasih banget buat semuanya,aku sayang kamu,tapi maaf aku harus pergi" katanya,"Iya ran iya,hati hati ya,baik baik di sana,jangan lupain aku" kata ku sembari menangis,mamanya randy menarik tangan randy untuk segera pergi karena pesawat akan terbang,dia pun berteriak "Please don't cry cher,aku janji bakal balik,bye cher" "Iya ran" kata ku sambil tersenyum.

Bertahun tahun kemudian,kini umur ku 25 tahun,semua orang menyuruh ku untuk cepat menikah,mereka bilang aku mapan,jadi ya gak usah ribet ribet nyari cowok,tapi aku tetap menutup hati ku untuk siapa pun,janjinya masih ku ingat walaupun dia tidak pernah menghubungi ku sekali pun,aku selalu menunggu randy,kini aku sudah menjelma menjadi perempuan yang ceria,aku ingat semua saran sarannya,tiba tiba ada satu sms 'Hai cher!long time no see you haha,kangen nih ngobrol ngobrol kayak dulu,aku tunggu di taman biasa ya' pesan tanpa nama itu mengingatkan ku pada seseorang,apakah itu randy?aku sangat berharap banyak,sesampainya di taman,taman itu penuh dengan mawar merak berbentuk hati,aku melihat sesosok pria yang selalu ku nanti,itu randy,aku menangis karena bahagia,"Aku denger kamu belom buka hati buat siapa pun,so would you marry me?" kata randy sambil berlutut di hadapan ku,"Yes i would ran" jawab ku samil menangis terharu,kini randy sudah menjadi pria yang sempurna,dia tampan,pintar,aik,bholeh,mapan,jadi kurang apa?aku sangat beruntung menjadi cinta terakhirnya,aku bersyukur lagu itu benar terjadi di dalam hidup ku,cinta pertama dan terakhir ku,itu lah randy.